Pagi itu pas tanggal 1 pas gajian, bertepatan hari minggu sehingga Zul libur dari aktifitas pekerjaan sebagai sales lapangan. Subuh sudah lewat ditandai ayam yang sudah tidak berkokok lagi. Angin sepoi sepoi mulai menyapa pagi dengan lembut.
Zul duduk di teras kontrakan sambil menyeruput kopi buatan istrinya. Terasa hangat dan nikmat tenggorokannya menikmati kopi tubruk kesukaan Zul. Kontrakan Zul berada di kampung sehingga suasananya persis di kampung halamannya di jawa tengah. Dengan kursi plastik berwaran biru tua bekas omnya Zul duduk bersandar menikmati pemandangan pagi. Di dekat teras rumah kontrakan Zul terdapat tempat pembuangan sampah sementara. Terlihat beberapa pemulung sedang mengais rezeki di pagi itu. Memang bau cukup tidak enak, namun sudah biasa bagi Zul dan istrinya yang sedang mengandung anak pertama.
"Yah, lumayan lah, yang penting murah dan terjangkau" Batin Zul. Zul teringat bagaimana dia dan istrinya pernah diusir oleh yang punya kontrakan yang pertama di daerah Kampung Rambutan gara-gara 3 bulan belum bayar kontrakan. Makanya Zul cari kontrakan yang murah saja. Takut diusir
Belum sempat Zul menghabiskan kopi, istrinya memanggil
"Pah, ada telpon dari Emak"
"Ya mah"
Zul buru-buru masuk ke dalam, dia memang kalau berurusan dengan emaknya ingin cepat-cepat. Takut emaknya nungggu. Bisa dikatakan Zul adalah cermin anak berbakti kepada Ibunya
"Assalamualaikum, ada apa mak?"
"Wa'alaikum salam, Zul emak rematiknya kambuh. Nek kowe ono duit kirimono emak, nggo perikso yo? (Kalau kamu ada uang kirimi emak buat berobat ya?)"
"Ya Mak" Jawab Zul agak panik,Secepatnya saya kirim mak"
"Makasih Zul, Gusti Allah sing ngganti yo?"
Langsung saja Zul ambil motornya. Motor grand warna hitam keluaran 94, itulah sejelek-jelek motor yang pernah saya lihat. Setelah menceritakan kepada istrinya dan setelah mendapat ijin zul segera pergi ke ATM untuk transfer sejumlah uang kepada emaknya. Hampir semua Zul transfer dan di sisakan hanya 300.000. Zul khawatir sekali keadaan emaknya. Pernah dahulu rematiknya emak kambuh sampai emak pingsan. Makanya Zul tidak mau emaknya pingsan lagi.
"Ya Allah, rezeki hamba tinggal 300 ribu"
"Zul hanya ingin melihat emak bahagia, tapi Zul belum mampu mak?" Zul membatin sedikit kecut
"Tapi Zul juga punya istri yang sedang hamil. Tuhan tolong kami" Lagi lagi Zul membatin
Sisa ATM diambil Zul, rencana untuk memeriksakan kandungan istrinya. Apa mau dikata, habis gajian langsung ludes. Ketika Zul hendak mengendarai motornya tiba-tiba datang seorang Ibu-ibu tua menggendong anaknya yang berumur kurang lebih 3 tahun. Wajah sang anak pucat pasi, sepertinya sedang sakit. Sambil menangis Ibu-ibu itu berkata kepada Zull
"Nak, tolonglah saya, sudah seminggu panas anak saya tidak juga reda. Saya ingin ke klinik tapi tidak punya uang" Kata Ibu-ibu
"Ibu Siapa?"
"Nak, tolong saya....., saya tinggal didekat sini nak, saya pemulung. Suami saya sudah meninggal, tolong saya kasih uang buat berobat nak" Kata Ibu Pemulung sambil menangis haru
Hati Zull trenyuh, namun uangnya hanya tinggal segitu-gitunya. Bimbanglah hati Zull. Kemudian Zul teringat Emaknya yang sakit, serta istrinya yang sedang mengandung anaknya juga. Zull tambah bingung.
Zull teringat waktu dulu emak menggendong Zul waktu sakit panas sampai setep (Kejang), akhirnya setelah di tolong Pak Mantri (Tenaga kesehatan di desa namanya pak mantri) setep Zul sembuh. Makanya setelah ingat kejadian itu dengan hati yang mantap diserahkannya uang 300.000 sisa gajiannya.
"Terimakasih Nak, pasti Allah akan membalas kebaikan anda dengan berlipat ganda"
"Amin, cepetan bawa bocahnya ke klinik bu?" Jawab Zul
Huff, Jadilah Zul bersedekah seluruh gajinya kepada orang tuanya dan Fakir miskin yakni ibu pemulung Padahal saat itu Zul benar-benar sedang butuh uang untuk bayar kontrakan, memeriksakan kandungan istrinya dan untuk kebutuhan hidupnya.
Bagaimana mungkin? Istri Zul sedang hamil besar, seharusnya Zul pintar menabung untuk biaya persalinan istrinya. Lagian itu adalah calon anak pertama Zul. Huh, kadang dunia nampak tidak adil. Bagaimana yang kaya semakin kaya raya, namun hatinya sempit. Kaya namun kikirnya setengah mati. Giliran ada yang hatinya luas seluas samudra, kondisi perekonomiannya kurang.
"Jangankan menabung, untuk makan aja pas-pasan" Kata Zul
"Mama ikhlas kok pah, Insya Allah berkah"
"Iya mah, lagian kapan lagi nyenengin orang tua dan fakir miskin, untuk makan ntar papa jual HP papa saja"
"Itu khan HP satu-satunya papa?"
"Gak papa Ma?, Kita pasrah saja sama Allah, Allah khan Maha Kaya, Maha Besar" Kata Zul kepada istrinya.
Manusiawi, sebenarnya hati Zul gundah gulana. Kata-kata Zul barusan hanya untuk menghibur istrinya. Zul sangat beryukur istrinya selama ini tabah menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Sebenarnya Hatinya Zul remuk redam. Gajinya yang kecil dia relakan untuk orang lain yang membutuhkan. Semuanya malah. Dan itu semua dilakukan Zul karena memang ada yang jauh lebih membutuhkan uangnya.
Kegalauan hati Zull dia sembunyikan dari istrinya. Zul sedih mengingat masa hamil muda istrinya diusir dari kontrakan lama. Sekarang lebih sedih lagi melihat istrinya yang sedang hamil besar. Zul serba salah. Zul tak tahu harus melakukan apa. Zul buntu. Zul memendam kebuntuan hatinya selama ini dan tidak pernah menceritakan beban hidupnya kepada siapapun. Takut malah merepotkan. Takut malah nanti di hina.
Tapi Zul ingin curhat. Zul ingin membagi deritanya, supaya sedikit berkurang. Tapi kepada siapa?? Selama ini tidak ada yang peduli. Sampai akhirnya Zul ingat tempat curhat yang paling baik....
Pukul 2 lebih seperempat Zul terbangun. Malam menjelang pagi yang cukup dingin di kampung Pamahan Bogor. Malam yang senyap, bahkan jangkrikpun enggan bernyanyi di malam itu. Zul berwudhu kemudian shalat 2 rakaat. Waktu itu Zul merasakan benar-benar khusuk dalam shalatnya. Zul merasakan kehadiran Tuhan sehingga menumpahkan segala beban hidupnya kepada_Nya dalam shalat dan sujudnya. Zul terbayang keadaan ekonominya yang masih saja carut marut. Zul hanya mau curhat dan menumpahkan segalanya kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang mau mendengar curahan hati Zul, disaat manusia memicingkan matanya kepadanya.
Tak terasa mata Zul berkaca-kaca, tubuhnya bergetar. Zul mulai sesenggukan. Tak kuasa Zul menahan kesedihannya di hadapan Tuhan. Zul mau menumpahkan segala beban hidupnya. Semuanya...
"Allaahu Akbar"
"Yaa Allah Yaa Rabb, begitu Besar Kekuasaan Engkau dan begitu kecil masalah kami, Engkau Tahu masalah kami, Engkaulah Yang Maha Penyayang diantara Penyayang. Berilah kami kesabaran dalam menjalani ujian Engkau" Air mata Zul tumpah ruah membasahi sajadah usangnya.
Zul menangis sesenggukan tiada bisa di tahan, larut dalam perasaan campur aduk.
Tanpa diketahui Zull ribuan kilometer nun jauh di atas sana, di langit yang kelam, langit bergetar melihat kesedihan hati Zul dan keyakinan teguh Zul dalam mengorbankan segalanya untuk kebaikan orang lain. Air mata langit dalam gerimis malam turun ke bumi. Jutaan Malaikat berdiri bershaff-shaff mendoakan keberkahan buat Zul. Angin, air, api dan besi bertasbih dan mengaku kalah dengan ketulusan Zull. Segenap ciptaan Tuhan di sekitar rumah Zul tidak mampu menyembunyikan keharuannya.
"Yaa Allah, Maha Suci Engkau Yang Maha Tinggi, Janganlah beban hidup kami menyebabkan kami jauh dari_Mu, ajarkan kami untuk selalu mensukuri nikmat_Mu"
Tepat setelah Zul selesai melantunkan doa dalam sujud, saat itulah langit diatas Kampung Pamahan Bogor bergetar hebat, pintu langit terbuka memancarkan sebuah cahaya terang benderang.....Dan cahaya itu menukik cepat menuju bumi. Laut yang dari tadi diam mulai menghentakkan gelombangnya merambat cepat sejauh radius ratusan kilometer. Bumi menggeliat dan bergetar melihat ketulusan Zul. Alam ikut membuncah mengiringi setiap bacaan shalat tahajud Zul. Sebuah fenomena menakjubkan dan maha besar yang disaksikan oleh milyaran mahluk di seluruh penjuru langit dan bumi namun tidak satupun manusia mengetahui.
Zul duduk di teras kontrakan sambil menyeruput kopi buatan istrinya. Terasa hangat dan nikmat tenggorokannya menikmati kopi tubruk kesukaan Zul. Kontrakan Zul berada di kampung sehingga suasananya persis di kampung halamannya di jawa tengah. Dengan kursi plastik berwaran biru tua bekas omnya Zul duduk bersandar menikmati pemandangan pagi. Di dekat teras rumah kontrakan Zul terdapat tempat pembuangan sampah sementara. Terlihat beberapa pemulung sedang mengais rezeki di pagi itu. Memang bau cukup tidak enak, namun sudah biasa bagi Zul dan istrinya yang sedang mengandung anak pertama.
"Yah, lumayan lah, yang penting murah dan terjangkau" Batin Zul. Zul teringat bagaimana dia dan istrinya pernah diusir oleh yang punya kontrakan yang pertama di daerah Kampung Rambutan gara-gara 3 bulan belum bayar kontrakan. Makanya Zul cari kontrakan yang murah saja. Takut diusir
Belum sempat Zul menghabiskan kopi, istrinya memanggil
"Pah, ada telpon dari Emak"
"Ya mah"
Zul buru-buru masuk ke dalam, dia memang kalau berurusan dengan emaknya ingin cepat-cepat. Takut emaknya nungggu. Bisa dikatakan Zul adalah cermin anak berbakti kepada Ibunya
"Assalamualaikum, ada apa mak?"
"Wa'alaikum salam, Zul emak rematiknya kambuh. Nek kowe ono duit kirimono emak, nggo perikso yo? (Kalau kamu ada uang kirimi emak buat berobat ya?)"
"Ya Mak" Jawab Zul agak panik,Secepatnya saya kirim mak"
"Makasih Zul, Gusti Allah sing ngganti yo?"
Langsung saja Zul ambil motornya. Motor grand warna hitam keluaran 94, itulah sejelek-jelek motor yang pernah saya lihat. Setelah menceritakan kepada istrinya dan setelah mendapat ijin zul segera pergi ke ATM untuk transfer sejumlah uang kepada emaknya. Hampir semua Zul transfer dan di sisakan hanya 300.000. Zul khawatir sekali keadaan emaknya. Pernah dahulu rematiknya emak kambuh sampai emak pingsan. Makanya Zul tidak mau emaknya pingsan lagi.
"Ya Allah, rezeki hamba tinggal 300 ribu"
"Zul hanya ingin melihat emak bahagia, tapi Zul belum mampu mak?" Zul membatin sedikit kecut
"Tapi Zul juga punya istri yang sedang hamil. Tuhan tolong kami" Lagi lagi Zul membatin
Sisa ATM diambil Zul, rencana untuk memeriksakan kandungan istrinya. Apa mau dikata, habis gajian langsung ludes. Ketika Zul hendak mengendarai motornya tiba-tiba datang seorang Ibu-ibu tua menggendong anaknya yang berumur kurang lebih 3 tahun. Wajah sang anak pucat pasi, sepertinya sedang sakit. Sambil menangis Ibu-ibu itu berkata kepada Zull
"Nak, tolonglah saya, sudah seminggu panas anak saya tidak juga reda. Saya ingin ke klinik tapi tidak punya uang" Kata Ibu-ibu
"Ibu Siapa?"
"Nak, tolong saya....., saya tinggal didekat sini nak, saya pemulung. Suami saya sudah meninggal, tolong saya kasih uang buat berobat nak" Kata Ibu Pemulung sambil menangis haru
Hati Zull trenyuh, namun uangnya hanya tinggal segitu-gitunya. Bimbanglah hati Zull. Kemudian Zul teringat Emaknya yang sakit, serta istrinya yang sedang mengandung anaknya juga. Zull tambah bingung.
Zull teringat waktu dulu emak menggendong Zul waktu sakit panas sampai setep (Kejang), akhirnya setelah di tolong Pak Mantri (Tenaga kesehatan di desa namanya pak mantri) setep Zul sembuh. Makanya setelah ingat kejadian itu dengan hati yang mantap diserahkannya uang 300.000 sisa gajiannya.
"Terimakasih Nak, pasti Allah akan membalas kebaikan anda dengan berlipat ganda"
"Amin, cepetan bawa bocahnya ke klinik bu?" Jawab Zul
Huff, Jadilah Zul bersedekah seluruh gajinya kepada orang tuanya dan Fakir miskin yakni ibu pemulung Padahal saat itu Zul benar-benar sedang butuh uang untuk bayar kontrakan, memeriksakan kandungan istrinya dan untuk kebutuhan hidupnya.
Bagaimana mungkin? Istri Zul sedang hamil besar, seharusnya Zul pintar menabung untuk biaya persalinan istrinya. Lagian itu adalah calon anak pertama Zul. Huh, kadang dunia nampak tidak adil. Bagaimana yang kaya semakin kaya raya, namun hatinya sempit. Kaya namun kikirnya setengah mati. Giliran ada yang hatinya luas seluas samudra, kondisi perekonomiannya kurang.
"Jangankan menabung, untuk makan aja pas-pasan" Kata Zul
"Mama ikhlas kok pah, Insya Allah berkah"
"Iya mah, lagian kapan lagi nyenengin orang tua dan fakir miskin, untuk makan ntar papa jual HP papa saja"
"Itu khan HP satu-satunya papa?"
"Gak papa Ma?, Kita pasrah saja sama Allah, Allah khan Maha Kaya, Maha Besar" Kata Zul kepada istrinya.
Manusiawi, sebenarnya hati Zul gundah gulana. Kata-kata Zul barusan hanya untuk menghibur istrinya. Zul sangat beryukur istrinya selama ini tabah menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Sebenarnya Hatinya Zul remuk redam. Gajinya yang kecil dia relakan untuk orang lain yang membutuhkan. Semuanya malah. Dan itu semua dilakukan Zul karena memang ada yang jauh lebih membutuhkan uangnya.
Kegalauan hati Zull dia sembunyikan dari istrinya. Zul sedih mengingat masa hamil muda istrinya diusir dari kontrakan lama. Sekarang lebih sedih lagi melihat istrinya yang sedang hamil besar. Zul serba salah. Zul tak tahu harus melakukan apa. Zul buntu. Zul memendam kebuntuan hatinya selama ini dan tidak pernah menceritakan beban hidupnya kepada siapapun. Takut malah merepotkan. Takut malah nanti di hina.
Tapi Zul ingin curhat. Zul ingin membagi deritanya, supaya sedikit berkurang. Tapi kepada siapa?? Selama ini tidak ada yang peduli. Sampai akhirnya Zul ingat tempat curhat yang paling baik....
Pukul 2 lebih seperempat Zul terbangun. Malam menjelang pagi yang cukup dingin di kampung Pamahan Bogor. Malam yang senyap, bahkan jangkrikpun enggan bernyanyi di malam itu. Zul berwudhu kemudian shalat 2 rakaat. Waktu itu Zul merasakan benar-benar khusuk dalam shalatnya. Zul merasakan kehadiran Tuhan sehingga menumpahkan segala beban hidupnya kepada_Nya dalam shalat dan sujudnya. Zul terbayang keadaan ekonominya yang masih saja carut marut. Zul hanya mau curhat dan menumpahkan segalanya kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang mau mendengar curahan hati Zul, disaat manusia memicingkan matanya kepadanya.
Tak terasa mata Zul berkaca-kaca, tubuhnya bergetar. Zul mulai sesenggukan. Tak kuasa Zul menahan kesedihannya di hadapan Tuhan. Zul mau menumpahkan segala beban hidupnya. Semuanya...
"Allaahu Akbar"
"Yaa Allah Yaa Rabb, begitu Besar Kekuasaan Engkau dan begitu kecil masalah kami, Engkau Tahu masalah kami, Engkaulah Yang Maha Penyayang diantara Penyayang. Berilah kami kesabaran dalam menjalani ujian Engkau" Air mata Zul tumpah ruah membasahi sajadah usangnya.
Zul menangis sesenggukan tiada bisa di tahan, larut dalam perasaan campur aduk.
Tanpa diketahui Zull ribuan kilometer nun jauh di atas sana, di langit yang kelam, langit bergetar melihat kesedihan hati Zul dan keyakinan teguh Zul dalam mengorbankan segalanya untuk kebaikan orang lain. Air mata langit dalam gerimis malam turun ke bumi. Jutaan Malaikat berdiri bershaff-shaff mendoakan keberkahan buat Zul. Angin, air, api dan besi bertasbih dan mengaku kalah dengan ketulusan Zull. Segenap ciptaan Tuhan di sekitar rumah Zul tidak mampu menyembunyikan keharuannya.
"Yaa Allah, Maha Suci Engkau Yang Maha Tinggi, Janganlah beban hidup kami menyebabkan kami jauh dari_Mu, ajarkan kami untuk selalu mensukuri nikmat_Mu"
Tepat setelah Zul selesai melantunkan doa dalam sujud, saat itulah langit diatas Kampung Pamahan Bogor bergetar hebat, pintu langit terbuka memancarkan sebuah cahaya terang benderang.....Dan cahaya itu menukik cepat menuju bumi. Laut yang dari tadi diam mulai menghentakkan gelombangnya merambat cepat sejauh radius ratusan kilometer. Bumi menggeliat dan bergetar melihat ketulusan Zul. Alam ikut membuncah mengiringi setiap bacaan shalat tahajud Zul. Sebuah fenomena menakjubkan dan maha besar yang disaksikan oleh milyaran mahluk di seluruh penjuru langit dan bumi namun tidak satupun manusia mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar